Jumat, 26 Oktober 2018

Pedoman Menulis Karya Ilmiah Bebas Plagiasi

PEDOMAN MENULIS KARYA ILMIAH BEBAS PLAGIASI
SINNA SHERINA FAIRUZIA
D-IV Keperawatan Malang
sinna.fairuzia@gmail.com

Karya ilmiah mahasiswa dapat berwujud makalah, artikel, skripsi, tesis, dan disertasi. (Didin widyartono dalam researchgate). Karya ilmiah harus ditulis dengan baik dengan etika kepenulisan. Etika penulis merupakan bentuk tanggung jawab, penggunaan referensi secara adil, dan menghargai orang lain. Salah satu bentuk pelanggaran etika kepenulisan adalah plagiasi, yakni penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Orang yang melakukan plagiat dinamakan plagiator.
Selain harus terbebas dari plagiasi, karya ilmiah juga harus memperhatikan beberapa unsur, yakni :
1. Segi kebahasaan
Bahasa dikatakan oleh para ahli memiliki fungsi ganda. Di satu sisi, bahasa dapat berfungsi sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, berkomunikasi dengan orang lain guna menyampaikan pikiran dan perasaan, mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, serta mengadakan kontrol sosial guna menyampaikan pikiran dan perasaan (Keraf, 1984: 14-15)
2. Teknik dan format
3. Struktur. Dari segi kebahasaan, mahasiswa harus menggunakan kata yang sesuai dengan KBBI. Dari segi format, ditentukan penggunaan kertas A4, spasi 1, dan font pada tulisan. Pada struktur berisi judul, identitas penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, subbahasan 1, subbahasan2, penutup, dan daftar rujukan.

Tidak saja bahasa penting dalam karya ilmiah melainkan juga dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini dipertajam oleh pandangan bahwa pertama, dalam diri manusia, bahasa, akal budi, kemampuan kerja sama, dan kebudayaan memiliki ketergayutan yang mutlak, dan dengan demikian; kedua kualitas yang satu akan menentukan kualitas yang lain (Sudaryanto, 1996: 35).
Utorodewo dkk (2007) menggolongkan hal-hal berikut sebagai tindakan plagiarisme:
(a) Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri
(b) Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
(c) Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
(d) Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri
(e) Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asalusulnya (f) Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya
(g) Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.

                       
DAFTAR RUJUKAN
Widyartono, D. (2015). IMPELEMENTASI PINDAI PLAGIASI SECARA SAMBUNG JARING PADA KARYA TULIS ILMIAH SISWA SMA.

Nugrahani, F., Al, M. H. D. A. I., & Ma’ruf, M. (2008). Metode Penulisan Karya Ilmiah: Panduan bagi Mahasiswa, Ilmuan, dan Eksekutif.

Ilmiah, T. P. P. P. K. (2015). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Metro: UM Metro.

Santoso, H., & Sos, S. (2015). Pencegahan dan Penanggulangan Plagiarisme dalam
Penulisan Karya Ilmiah di Lingkungan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Hari Santoso, S. Sos, 1, 1-23.

Widyartono, D. (2015). MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KUTIPAN BERBASIS BLENDED LEARNING.

Senin, 01 Oktober 2018

Keterkaitan Hand Hygiene dan Infeksi Nokomial


SINNA SHERINA FAIRUZIA
D-IV Keperawatan Malang
sinna.fairuzia@gmail.com

Menurut Depkes (2010), salah satu dari 3 pilar utama menuju Indonesia sehat adalah perilaku sehat. Perilaku sehat merupakan perilaku pro aktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi dari ancaman penyakit. Secara konkrit perilaku sehat tersebut dapat berupa budaya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Salah satunya adalah Hand Hygiene.
Hand hygiene adalah suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control (CDC) (1985) untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang dikeluarkan melalui darah di lingkungan Rumah Sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Hand hygiene merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakaan kegiatan yang berkaitan membersihkan tangan. Menurut WHO (2009). Akyol (2005) mengemukakan salah satu cara mencegah kontaminasi silang dari mikroorganisme sehingga dapat menurunkan dan mencegah insiden kejadian infeksi nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan proses cuci tangan maupun disinfektan tangan. Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun atau air. Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2003). Hand Hygiene merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokmial  di RS. Infeksi nosokomial (Hospital Acquired Infection/Nosocomial Infection) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit atau ketika penderita itu dirawat di rumah sakit.
Menurut World Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa angka kejadian INOS sebesar 5% pertahun. Sedangkan di Amerika Serikat angka ini mencapai 6%. Di Indonesia INOS di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo berkisar 0-14,4%. Dalam buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit disebutkan bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial merupakan pelayanan yang wajib diselenggarakan oleh rumah sakit. Hand hygiene merupakan cara sederhana untuk mencegah penularan infeksi di rumah sakit. Namun, dengan begitu tidak serta merta membuat presentase kepatuhan tenaga medis terhadap penerapan hand hygiene tinggi. Justru hand hygiene merupakan tindakan yang sering diabaikan oleh tenaga medis.
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular di pelayanan kesehatan. Penyebaran mikroorganisme multiresisten dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Kusmiyati,2010). Selain itu, Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu infeksi nosokomial yang paling sering terjadi yaitu sekitar 40% dari seluruh infeksi nosokomial yang dapat terjadi di rumah sakit setiap tahunnya (Arisandy, 2013). Hal tersebut merupakan ancaman tersendiri bagi tenaga kesehatan. Karena dengan banyaknya kasus infeksi maka permasalahan-permasalahan dapat menjadi sebuah masalah yang besar bagi tenaga kesehatan.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien terjadi melalui tangan petugas kesehatan. Menurut Boyce, Larson menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Hand hygiene seharusnya menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan. Bukan hanya pribadi namun juga sudah seharusnya mendapat perhatian dari pihak pengolah rumah sakit.
Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien (Duerink dalam Fauzia & Ahsan, 2014). Cara paling efektif untuk mencegah penularan infeksi yaitu dengan hand hygiene. Hand hygiene dapat memutus rantai transmisi infeksi. Dengan hand hygiene maka indeks penularan infeksi dapat diminimalisir
Angka kepatuhan hand hygiene di Indonesia juga masih sangat rendah. Menurut penelitian Damanik (2011), didapatkan angka kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene hanya sebesar 48,3%. Menurut Pratama (2015), ditemukan bahwa tingkat kepatuhan melaksanakan hand hygiene di IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung masih sangat rendah yaitu sebesar 36%. Menurut Supriyanto (2011), didapatkan angka kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene berdasarkan bangsal adalah 24,16% (Bedah), 26,09% (Anak), 25,13% (Interna), 25,9% (HCU), 26,11% (PICU), dan 25,72% (ICU)
Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab hal ini terjadi yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya cuci tangan, rendahnya pengawasan praktik mencuci tangan dan kurangnya gambaran yang positif tentang cuci tangan. Faktor lain yang juga mendukung ketidaktaatan adalah kekurangan tenaga di ruangan kerja dan jenis kelamin (Hassan, 2004). Menurut Bramantya (2015:196), Berdasarkan studi literatur, beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan hand hygiene yaitu kurangnya fasilitas untuk mencuci tangan, pengetahuan petugas kesehatan yang kurang, beban kerja tinggi, rendahnya komitmen institusi untuk pelaksanaan Hand Hygiene yang baik.
Menurut Anietya dan Ekorini (2014), tingkat kepatuhan hand hygiene mempunyai keterkaitan yang signifikan dengan tingkat pengetahuan hand hygiene petugas kesehatan terhadap hand hygiene. Dengan demikian, sudah seharusnya instansi terkait melakukan promosi kesehatan Hand Hygiene kepada petugas kesehatan. Bukan hanya promosi kesehatan, namun juga disertai dengan fasilitas yang sesuai untuk HH. Hal tersebut ditujukan guna memberikan pengetahuan yang memumpuni untuk tenaga kesehatan, serta mengurangi terjadinya infeksi nosokomial yang dapat membuat klien menjadi lebih lama di RS yang tentu akan berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan klien tersebut.
Menurut teori Lawrence Green ada tiga faktor utama yang mempengaruhi setiap individu dalam melakukan sebuah perilaku dalam hal ini perilaku hand hygiene yaitu faktor pendorong (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi. Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam supervisi, peran kader, tokoh agama, tokoh masyarakat. Faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam sarana dan prasarana, sumber daya, kebijakan, pelatihan (Sutiyono dkk, 2014).
Berbagai penelitian dan konsep teori di temukan berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan cuci tangan lima momen antara lain adalah supervisi atau pengawasan, pengetahuan, pendidikan, kepemimpinan, fasilitas atau infrastruktur, motivasi, pengalaman dan pelatihan (Kurniadi, 2013). Menurut  Kennedy et al (2007) menyatakan supervisi klinis untuk memastikan kualitas pelayanan akan meningkatkan upaya keselamatan pasien.
Perawat yang mendapatkan supervisi cenderung patuh dibandingkan perawat yang tidak mendapatkan supervisi. Supervisi merupakan bagian dari fungsi directing (pergerakan/pengarahan) dalam fungsi manajemen yang berperan mempertahankan agar segala kegiatan yang telah diprogramkan dapat dilaksanakan dengan benar dan lancar (Sitohang, 2016)
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan (Nursalam, 2010).



DAFTAR RUJUKAN

Damanik, S. M. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Students e-Journal1(1), 29.
Ernawati, E., Rachmi, A. T., & Wiyanto, S. (2014). Penerapan Hand Hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya28(1), 89-94.
Fauzia, N., Ansyori, A., & Hariyanto, T. (2014). Kepatuhan Standar Prosedur Operasional Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 95-98.
Handiyani, Hanny., Fauzia, Sarah. 2014. Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Kebersihan Tangan pada Pengunjung Rumah Sakit. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
HUSADA, S. T. I. K. K. TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG CUCI TANGAN PAKAI SABUN DI SMP N 2.
Indri, P. (2016). Hubungan Faktor Perilaku dengan Pelaksanaan Langkah-langkah Hand Hygiene Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2016 (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Khoiruddin, K., Kirnantoro, K., & Sutanta, S. (2015). Tingkat Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap Cuci Tangan Bersih Pakai Sabun Sebelum dan Setelah Makan pada Siswa SDN Ngebel Tamantirta, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia3(3), 176-180.
MEIDA, E. A. (2016). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN HAND HYGIENE TERHADAP KEPATUHAN PROSEDUR 6 LANGKAH HAND HYGIENE PADA KELUARGA PASIEN DI ICU RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).
Nugraheni, R., & Winarni, S. (2012). Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia11(1), 94-100.
Ponco, S. H., & Faridah, V. N. (2016). Penerapan Supervisi Klinis Kepala Ruang Untuk Meningkatkan Pelaksanaan Cuci Tangan Lima Momen Perawat Pelaksana RSUD Bojonegoro.
Pratama, B. S., Koeswo, M., & Rokhmad, K. (2015). Faktor Determinan Kepatuhan Pelaksanaan Hand Hygiene pada Perawat IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung. Jurnal Kedokteran Brawijaya28(2), 195-199.
Ritonga, E. P. (2018). PELAKSANAAN FIVE MOMENT HAND HYGIENE DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SWASTA KOTA MEDAN. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda3(2).
Waney, M. P., Kandou, G. D., & Panelewen, J. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Hand Hygiene di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Tingkat III RW Mongisidi Manado. Community Health1(3).
Widyanita, A., & Listiowati, E. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Hand Hygiene dengan Kepatuhan Pelaksanaan Hand Hygiene pada Peserta Program Pendidikan Profesi Dokter.

Wulandari, W. (2010). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial dengan Perilaku Cuci Tangan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Lunturnya Kebanggaan Generasi Muda Terhadap Bahasa Indonesia

Tentu generasi millennial sering mendengar kata bahasa, terlebih jika itu bahasa Indonesia yang digunakan dalam berkomunikasi dengan orang-orang sekitar. Namun, apa sih makna sebenarnya bahasa itu? Menurut Wikipedia, “bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan orang lainnya.” Dengan demikian bahasa menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Dalam bermasyarakat, berkomunikasi, dan pada jenjang pendidikan pun juga bahasa menjadi faktor yang sangat penting. 
Bagaimana dengan bahasa Indonesia? Bahasa yang menjadi identitas dari Negara ini? Sudahkah generasi pemuda Indonesia tahu dan memahami tentang Bahasa Indonesia? Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 oktober 2018, sekaligus bertepatan dengan lahirnya Sumpah Pemuda. Pencetus gagasan nama “Bahasa Indonesia” adalah Bpk Moh. Tabrani Soerjowitjitro pada 2 Mei 1926. Kemudian Prof. Mohammad Yamin mengusulkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Negara.
Awalnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Setelah kemerdekaan RI bahasa itu digunakan di Indonesia maka bahasa tersebut harus disebut bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu. Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang penting yaitu pada sumpah pemuda kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional (bahasa persatuan). Bahasa Indonesia juga telah ditetapkan sebagai bahasa Negara dalam UUD 1945.
Fungsi dari bahasa Indonesia adalah untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang multicultural dan mempunyai dialek yang berbeda-beda. Dengan bahasa Indonesia, masyarakat dari berbagai daerah mampu memahami apa yang dikatakan masyarakat dari daerah lain. 
Bahasa Indonesia tentu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. terdapat 45 negara di dunia yang menerapkan mata pelajaran bahasa Indonesia satu kali dalam seminggu, Belanda misalnya. Selain itu, di  Negara lain terdapat beberapa Universitas yang membuka kelas bahasa Indonesia. Hingga saat ini bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi yang wajib digunakan dalam lembaga kenegaraan ataupun lembaga pendidikan. Namun, pada saat ini penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai dianggap sepele. Terlebih, persepsi masyarakat dalam menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya dipandang lebih tinggi dan lebih membuat seseorang terlihat cerdas. Kebanggan terhadap penggunaan bahasa Indonesia kini sudah mulai luntur. Banyaknya bermunculan sekolah standar Internasional juga turut andil dalam hal ini, dikarenakan siswa dan seluruh pengajar bahkan staf juga diwajibkan menggunakan bahasa Inggris dan saat ini juga banyak sekali gedung-gedung tinggi, tempat perbelanjaan, bahkan tempat wisata yang menggunakan nama asing. Berkembangnya teknologi juga menjadi penyebab dalam krisisnya kebanggaan pemuda terhadap bahasa Indonesia.
Dari contoh di atas, generasi saat iini mampu menginstropeksi diri. Apakah kita sudah benar dalam merealisasikan kecintaan terhadap bangsa Indonesia? Kita harus mempunyai animo yang besar dalam mencintai dan menggunakan bahasa Indonesia. Terlebih para pemuda yang akan menjadi pemimpin di tahun-tahun yang akan datang. Mencintai dan bangga terhadap bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan cara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sesuai dengan EYD. Karena telah disebutkan dalam sumpah pemuda “Berbahasa satu bahasa Indonesia”. Dengan mencintai bahasa Indonesia kita bisa menjadi pribadi yang nasionalisme.

Sabtu, 31 Maret 2018

Dariku untuk Kamu


Hollaaa!! Happy weekend gengs..

Oke pertama-tama, aku ingin menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya untuk teman-teman yang telah bersedia membaca tulisanku selama ini (mulai dari blog lama - blog yang sekarang). Entah selama ini bermanfaat dan readers merasa terwakili isi hatinya atau tidak (hehe).menurutku menulis itu udah jadi passion. Dengan menulis aku bisa menjadi seseorang yang sangat terbuka (menurut aku), dengan menulis aku bisa mengabadikan hal-hal indah dalam tualang panjangku, dan alasan lainnya adalah dengan menulis aku ingin berbagi kebahagian begitu pula ketika aku sedih bukan kesedihan yang ingin aku bagikan, melainkan menulis adalah caraku mengobati kesedihan itu. And specially, aku ingin berterima kasih kepada seorang temanku yang selalu mengapresiasi tulisan-tulisanku dan menanyakan atau sering minta aku rajin upload blog (hehe) semoga Allah membalas dengan kelancaran UN-mengejar PTN (aamiin).

Kedua, aku ingin berterima kasih kepada beberapa orang yang pernah aku jadikan alasan untuk menulis, yang aku jadikan tokoh, topic di tulisan-tulisan aku. Entah kalian membaca atau tidak. Entah kalian bersedia dijadikan tokoh atau justru sebenarnya kalian risih (Tapi Alhamdulillah sampai sekarang gak ada yang suruh hapus tulisan aku dan semoga jangan hehe). Lewat tulisan kali ini aku juga ingin meminta maaf, kalau kalian (para tokoh-tokoh) merasa tidak nyaman. Map yaaak.. (kok serasa lebaran ya hmm).

Dan yang terakhir, aku pingin ngasih tau aja (kalau gamau ya udah gapapa). Tapi kalau bisa ya harus mau sih (ehe). Emm, untuk tulisan aku yang #CeritaTentangBulandanBintang masih belum bisa lanjutin. Insyaallah part selanjutnya langsung ending aja hehe (karena beberapa hal memang harus diakhiri). Dan aku juga ada niatan di blog aku nantinya, bukan Cuma cerita ala-ala, penuh bumbu asmara tapi insyaallah aku bakal nulis tentang beberapa hal yang ingin aku bagikan (yaiyalah), ya misalnya resep makanan mungkin (karena lagi suka masak), tentang beberapa opini aku, tentang travelling, tentang lagu yang aku suka, atau juga membahas buku-buku yang udah aku baca.

Sebenernya, kalau kalian baca tulisan dari awal banget pasti aku pernah nulis liburan di #Bali(2015)..kurang lebih seperti itu lah ya. Ya biar gak asmara terus gitu. Masih capek sama yang gituan (hehe ga deng). Yagitu deh. gitu aja. Ini tulisan masih sangat amatir, dan perlu dikembangkan. So, aku sangat menunggu kritikan dari kalian yaa.. atau kalau mau aku nulis tentang sesuatu apa gitu silahkan komen aja , wa, atau apalah.. Aku akan sangat senang sekali. Hehe.. C’u.. ayafluu..

#15 Mei 2018# bebarapa tulisan udah dihapus yaa..termasuk cerita bulan dan bintang, maaf bangeeet udah gantung cerita berbulan-bulan dan akhirnya malah dihapus hehe. alasannya, ya setiap orang pasti berubah. begitu juga pemikirannya, dan sudah waktunya disudahi. semoga tulisan-tulisan selanjutnya bisa lebih bermanfaat :)

Pedoman Menulis Karya Ilmiah Bebas Plagiasi

PEDOMAN MENULIS KARYA ILMIAH BEBAS PLAGIASI SINNA SHERINA FAIRUZIA D-IV Keperawatan Malang sinna.fairuzia@gmail.com Karya ilmiah ...