Senin, 01 Oktober 2018

Keterkaitan Hand Hygiene dan Infeksi Nokomial


SINNA SHERINA FAIRUZIA
D-IV Keperawatan Malang
sinna.fairuzia@gmail.com

Menurut Depkes (2010), salah satu dari 3 pilar utama menuju Indonesia sehat adalah perilaku sehat. Perilaku sehat merupakan perilaku pro aktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi dari ancaman penyakit. Secara konkrit perilaku sehat tersebut dapat berupa budaya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Salah satunya adalah Hand Hygiene.
Hand hygiene adalah suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control (CDC) (1985) untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang dikeluarkan melalui darah di lingkungan Rumah Sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Hand hygiene merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakaan kegiatan yang berkaitan membersihkan tangan. Menurut WHO (2009). Akyol (2005) mengemukakan salah satu cara mencegah kontaminasi silang dari mikroorganisme sehingga dapat menurunkan dan mencegah insiden kejadian infeksi nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan proses cuci tangan maupun disinfektan tangan. Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun atau air. Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2003). Hand Hygiene merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokmial  di RS. Infeksi nosokomial (Hospital Acquired Infection/Nosocomial Infection) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit atau ketika penderita itu dirawat di rumah sakit.
Menurut World Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa angka kejadian INOS sebesar 5% pertahun. Sedangkan di Amerika Serikat angka ini mencapai 6%. Di Indonesia INOS di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo berkisar 0-14,4%. Dalam buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit disebutkan bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial merupakan pelayanan yang wajib diselenggarakan oleh rumah sakit. Hand hygiene merupakan cara sederhana untuk mencegah penularan infeksi di rumah sakit. Namun, dengan begitu tidak serta merta membuat presentase kepatuhan tenaga medis terhadap penerapan hand hygiene tinggi. Justru hand hygiene merupakan tindakan yang sering diabaikan oleh tenaga medis.
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular di pelayanan kesehatan. Penyebaran mikroorganisme multiresisten dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Kusmiyati,2010). Selain itu, Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu infeksi nosokomial yang paling sering terjadi yaitu sekitar 40% dari seluruh infeksi nosokomial yang dapat terjadi di rumah sakit setiap tahunnya (Arisandy, 2013). Hal tersebut merupakan ancaman tersendiri bagi tenaga kesehatan. Karena dengan banyaknya kasus infeksi maka permasalahan-permasalahan dapat menjadi sebuah masalah yang besar bagi tenaga kesehatan.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien terjadi melalui tangan petugas kesehatan. Menurut Boyce, Larson menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Hand hygiene seharusnya menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan. Bukan hanya pribadi namun juga sudah seharusnya mendapat perhatian dari pihak pengolah rumah sakit.
Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien (Duerink dalam Fauzia & Ahsan, 2014). Cara paling efektif untuk mencegah penularan infeksi yaitu dengan hand hygiene. Hand hygiene dapat memutus rantai transmisi infeksi. Dengan hand hygiene maka indeks penularan infeksi dapat diminimalisir
Angka kepatuhan hand hygiene di Indonesia juga masih sangat rendah. Menurut penelitian Damanik (2011), didapatkan angka kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene hanya sebesar 48,3%. Menurut Pratama (2015), ditemukan bahwa tingkat kepatuhan melaksanakan hand hygiene di IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung masih sangat rendah yaitu sebesar 36%. Menurut Supriyanto (2011), didapatkan angka kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene berdasarkan bangsal adalah 24,16% (Bedah), 26,09% (Anak), 25,13% (Interna), 25,9% (HCU), 26,11% (PICU), dan 25,72% (ICU)
Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab hal ini terjadi yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya cuci tangan, rendahnya pengawasan praktik mencuci tangan dan kurangnya gambaran yang positif tentang cuci tangan. Faktor lain yang juga mendukung ketidaktaatan adalah kekurangan tenaga di ruangan kerja dan jenis kelamin (Hassan, 2004). Menurut Bramantya (2015:196), Berdasarkan studi literatur, beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan hand hygiene yaitu kurangnya fasilitas untuk mencuci tangan, pengetahuan petugas kesehatan yang kurang, beban kerja tinggi, rendahnya komitmen institusi untuk pelaksanaan Hand Hygiene yang baik.
Menurut Anietya dan Ekorini (2014), tingkat kepatuhan hand hygiene mempunyai keterkaitan yang signifikan dengan tingkat pengetahuan hand hygiene petugas kesehatan terhadap hand hygiene. Dengan demikian, sudah seharusnya instansi terkait melakukan promosi kesehatan Hand Hygiene kepada petugas kesehatan. Bukan hanya promosi kesehatan, namun juga disertai dengan fasilitas yang sesuai untuk HH. Hal tersebut ditujukan guna memberikan pengetahuan yang memumpuni untuk tenaga kesehatan, serta mengurangi terjadinya infeksi nosokomial yang dapat membuat klien menjadi lebih lama di RS yang tentu akan berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan klien tersebut.
Menurut teori Lawrence Green ada tiga faktor utama yang mempengaruhi setiap individu dalam melakukan sebuah perilaku dalam hal ini perilaku hand hygiene yaitu faktor pendorong (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi. Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam supervisi, peran kader, tokoh agama, tokoh masyarakat. Faktor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam sarana dan prasarana, sumber daya, kebijakan, pelatihan (Sutiyono dkk, 2014).
Berbagai penelitian dan konsep teori di temukan berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan cuci tangan lima momen antara lain adalah supervisi atau pengawasan, pengetahuan, pendidikan, kepemimpinan, fasilitas atau infrastruktur, motivasi, pengalaman dan pelatihan (Kurniadi, 2013). Menurut  Kennedy et al (2007) menyatakan supervisi klinis untuk memastikan kualitas pelayanan akan meningkatkan upaya keselamatan pasien.
Perawat yang mendapatkan supervisi cenderung patuh dibandingkan perawat yang tidak mendapatkan supervisi. Supervisi merupakan bagian dari fungsi directing (pergerakan/pengarahan) dalam fungsi manajemen yang berperan mempertahankan agar segala kegiatan yang telah diprogramkan dapat dilaksanakan dengan benar dan lancar (Sitohang, 2016)
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan (Nursalam, 2010).



DAFTAR RUJUKAN

Damanik, S. M. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Students e-Journal1(1), 29.
Ernawati, E., Rachmi, A. T., & Wiyanto, S. (2014). Penerapan Hand Hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya28(1), 89-94.
Fauzia, N., Ansyori, A., & Hariyanto, T. (2014). Kepatuhan Standar Prosedur Operasional Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 95-98.
Handiyani, Hanny., Fauzia, Sarah. 2014. Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Kebersihan Tangan pada Pengunjung Rumah Sakit. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
HUSADA, S. T. I. K. K. TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG CUCI TANGAN PAKAI SABUN DI SMP N 2.
Indri, P. (2016). Hubungan Faktor Perilaku dengan Pelaksanaan Langkah-langkah Hand Hygiene Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2016 (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Khoiruddin, K., Kirnantoro, K., & Sutanta, S. (2015). Tingkat Pengetahuan Berhubungan dengan Sikap Cuci Tangan Bersih Pakai Sabun Sebelum dan Setelah Makan pada Siswa SDN Ngebel Tamantirta, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia3(3), 176-180.
MEIDA, E. A. (2016). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN HAND HYGIENE TERHADAP KEPATUHAN PROSEDUR 6 LANGKAH HAND HYGIENE PADA KELUARGA PASIEN DI ICU RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO(Doctoral dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).
Nugraheni, R., & Winarni, S. (2012). Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia11(1), 94-100.
Ponco, S. H., & Faridah, V. N. (2016). Penerapan Supervisi Klinis Kepala Ruang Untuk Meningkatkan Pelaksanaan Cuci Tangan Lima Momen Perawat Pelaksana RSUD Bojonegoro.
Pratama, B. S., Koeswo, M., & Rokhmad, K. (2015). Faktor Determinan Kepatuhan Pelaksanaan Hand Hygiene pada Perawat IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung. Jurnal Kedokteran Brawijaya28(2), 195-199.
Ritonga, E. P. (2018). PELAKSANAAN FIVE MOMENT HAND HYGIENE DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SWASTA KOTA MEDAN. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda3(2).
Waney, M. P., Kandou, G. D., & Panelewen, J. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penerapan Hand Hygiene di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Tingkat III RW Mongisidi Manado. Community Health1(3).
Widyanita, A., & Listiowati, E. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Hand Hygiene dengan Kepatuhan Pelaksanaan Hand Hygiene pada Peserta Program Pendidikan Profesi Dokter.

Wulandari, W. (2010). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial dengan Perilaku Cuci Tangan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pedoman Menulis Karya Ilmiah Bebas Plagiasi

PEDOMAN MENULIS KARYA ILMIAH BEBAS PLAGIASI SINNA SHERINA FAIRUZIA D-IV Keperawatan Malang sinna.fairuzia@gmail.com Karya ilmiah ...